Indonesia Berencana Tekan Impor dari China dengan Terapkan Bea Impor 200%
Pada Juli 2024, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan memiliki wacana untuk menaikan bea impor produk dari China atau Tiongkok sebesar 200%.
Bukan tanpa alasan, pasalnya arus produk dari negeri tirai bambu ini sudah sampai tahap terlalu banyak dan dianggap mengancam keberadaan industri lokal.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa selama tahun 2023 jumlah produk nonmigas yang diimpor dari China mencapai 62,18 miliar. Produk-produk tersebut termasuk impor tekstil, keramik, elektronik, serta banyak lainnya.
Seperti apa dampak jika kebijakan ini diterapkan? Dan sejauh mana ancaman produk impor China terhadap pertumbuhan industri dalam negeri? Artikel ini akan membahasnya.
Kebijakan ini awalnya diinisiasi sebagai respon dari membludaknya produk China di pasaran sehingga membuat industri dalam negeri mengalami kesulitan untuk bersaing secara harga.
Seperti kita tahu produk China seringkali ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Dengan adanya produksi secara masif dan biaya tenaga kerja yang murah, China dapat mengekspor penjualan produk-produk mereka ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Melansir dari berbagai sumber, kebijakan kenaikan biaya impor terhadap produk China sudah dilakukan terlebih dahulu di Uni Eropa dengan alasan yang sama. Bahkan Uni Eropa berani mengenakan tarif impor hingga 37,6% terhadap produk kendaraan elektrik dari China.
Selain Uni Eropa, Amerika Serikat juga menaikan tarif impor untuk produk yang berasal dari China. Perang dagang kedua negara raksasa ini akhirnya memberikan dampak pada negara-negara lain yang menjadi target tujuan dagang.
Karena adanya tekanan tarif impor yang tinggi terhadap produk dari negaranya, China akhirnya memutuskan untuk lebih banyak mengekspor produk-produk ke negara-negara yang belum menerapkan peraturan serupa, Indonesia salah satunya.
Jika melihat wacana kebijakan bea impor produk dari China yang naik hingga 200%, maka bisa diasumsikan bahwa keberadaan produk dari negeri tirai bambu ini memang mengacaukan nilai jual pasar dalam negeri dan dapat mengancam industri lokal. Namun mengapa? Berikut beberapa alasannya:
Skala Produksi yang Besar
China dengan pabrik-pabrik besarnya berhasil melakukan produksi massal untuk hampir setiap komoditas. Akhirnya oversupply yang banyak ini memungkinkan mereka untuk menjual kembali dengan biaya yang lebih murah. Seperti kita ketahui, produksi yang masif dapat menurunkan biaya bahan baku sehingga memungkinkan untuk ongkos produksi pun lebih murah.
Biaya Tenaga Kerja Murah
China juga terkenal karena biaya buruh atau tenaga kerjanya yang murah dibanding negara lain. Pemberian upah ini berkontribusi secara signifikan terhadap rendahnya ongkos produksi yang pada akhirnya dapat memotong harga penjualan setiap produknya.
Integrasi Antar Industri
Selain faktor produksi yang masif dan juga upah tenaga kerja, China juga dikenal dengan integrasi antar industrinya yang kuat. Seperti pada produk tekstil, diketahui industri tekstil telah terintegrasi dengan industri petrokimia yang menjadi supplier untuk bahan bakunya. Sistem integrasi yang kuat ini menciptakan siklus produksi yang lebih stabil.
Keterlibatan Pemerintah
Adanya peran aktif dari pemerintah setempat juga dapat menyebabkan kemudahan akses bagi para pengusaha di China dalam melakukan ekspor dengan biaya yang murah. Dipercaya pemerintah China berkontribusi terhadap subsidi energi, bahan baku, sampai biaya riset teknologi yang mempercepat inovasi terbarukan. Hal ini pula yang melatarbelakangi Uni Eropa untuk melakukan proteksi dengan menaikan pajak impor terhadap kendaraan listrik dari China.
Adanya Potensi Praktik Dumping
Oversupply yang dilakukan China terhadap komoditas tertentu juga menyebabkan adanya barang sisa yang tidak terserap oleh masyarakat lokal di sana. Akhirnya barang-barang inilah yang kemudian diekspor secara murah ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Praktik dumping ini yang kemudian jika tidak segera ditanggapi dapat mengancam keberadaan industri lokal yang tidak dapat berkompetisi secara harga dan akhirnya merusak harga di pasar dalam negeri.
Memiliki hubungan erat dengan Indonesia dalam sektor perdagangan internasional, berikut beberapa komoditas yang diimpor dari China:
Dengan adanya ragam produk yang berbeda industri ini mengakibatkan polemik akan wacana kebijakan kenaikan bea impor 200% dari China. Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto menyarankan untuk melakukan pendekatan yang berbeda di setiap industri agar kebijakan ini tidak memberikan dampak negatif pada beberapa industri yang memang tingkat kebutuhannya tinggi.
Jika nantinya kebijakan kenaikan bea impor 200% ini jadi diterapkan, hal ini akan berpengaruh pada negara perdagangan negara secara menyeluruh. Dampak tersebut antara lain:
Dampak Terhadap Konsumen
Jika harga bea masuk produk impor dari China mengalami kenaikan hingga 200%, sudah pasti imbas yang paling cepat dirasakan adalah adanya kenaikan harga terhadap produk tersebut. Meskipun jika China akhirnya memberikan harga yang sangat murah terhadap produk-produknya, namun kenaikan harga tetap tidak bisa dihindari. Akibat hal ini, konsumen bisa saja beralih ke produk dalam negeri atau ke produk impor dari negara lain.
Dampak Terhadap Industri Dalam Negeri
Dengan adanya langkah proteksi melalui kenaikan harga bea impor hingga 200%, industri lokal akan diuntungkan karena mendapatkan ruang lebih besar untuk bersaing dan dipilih oleh konsumen. Bisa dikatakan hal ini dapat menstimulasi pertumbuhan industri lokal agar semakin kompetitif terhadap persaingan dalam negeri. Namun menjadi berbeda bagi beberapa industri yang bahan bakunya berasal dari negeri Tirai Bambu, ongkos produksi dalam hal ini bisa menjadi lebih mahal.
Dampak Terhadap Perdagangan Global
Saat Indonesia memutuskan untuk menaikan tarif bea impor produk China hingga 200%, hal ini dapat memengaruhi hubungan dagang antar negara. Bukan tidak mungkin China akan mengubah kebijakan lain terhadap ekspor produk dari Indonesia, meskipun beberapa pengamat menyatakan hal ini kurang berdampak signifikan mengingat bahan-bahan diekspor ke China umumnya berasal dari bahan mentah dan mineral yang dibutuhkan negara tersebut untuk melakukan produksi.
Itulah beberapa skema yang dapat terjadi jika kebijakan kenaikan bea impor 200% dari China benar-benar dilakukan. Selain yang disebutkan, kekhawatiran hal ini akan memberikan celah untuk penyelundupan barang ilegal juga menjadi fokus yang harus diantisipasi.