Dampak Serangan Houthi di Laut Merah Terhadap Sektor Logistik Global
Apakah perang di Laut Merah yang dilakukan militan Houthi dapat berpengaruh pada logistik terkhususnya perdagangan internasional?
Pertanyaan ini menjadi hal yang penting bagi Anda yang memiliki bisnis dengan jalur distribusi secara global. Pasalnya kekhawatiran adanya serangan di Laut Merah oleh kelompok militan Houthi dapat menjadi risiko pengiriman yang berbahaya. Namun bagaimana fakta sebenarnya?
Serangan militan Houthi di Laut Merah merupakan buntut panjang dari genosida yang dilakukan Israel terhadap masyarakat Palestina di Gaza. Disebutkan dalam The NewArab, sebagai upaya solidaritas terhadap Palestina, militan Houthi berupaya untuk menggagalkan segala bentuk pengiriman yang terkait dengan Israel di Laut Merah.
Militan Houthi diketahui pertama kali melancarkan serangannya pada bulan Oktober 2023. Mendapat dukungan dari Iran, kelompok militan ini menggunakan drone dan meluncurkan roket dengan target kapal-kapal asing di selat Bab al-Mandab, di mana selat yang berada di Semenanjung Arab ini menjadi pemisah antara Afrika dan Yaman.
Baca juga: Kenapa Barang Saya Ditahan Bea Cukai?
Untuk mencapai satu titik tujuan, memang ada banyak rute atau jalan yang bisa ditempuh. Namun bukan tanpa alasan Laut Merah menjadi pilihan utama dalam pelayaran muatan barang.
Dilansir dari berbagai sumber, 15% muatan pengiriman jalur laut berasal dari benua Asia menuju negara-negara di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
Barang-barang yang dikirim bisa beraneka ragam seperti barang konsumsi, barang pakai, barang elektronik, spare part, dan barang-barang penunjang hobi maupun olahraga. Barang-barang ini berisiko menurun kualitasnya apabila berada di perjalanan terlalu lama.
Untuk mencegah hal itu, Laut Merah dipilih sebagai rute utama karena melalui selat Bab al-Mandab, barang-barang dari Samudera Hindia dapat menempuh waktu pengiriman yang lebih cepat.
Baca juga: Apa itu Customs Bond?
Kapal-kapal kargo dari arah Selatan umumnya akan memilih rute Laut Merah agar lebih dekat sehingga biaya menjadi lebih murah. Namun karena adanya perang yang berlangsung beberapa waktu ini, beberapa perusahaan pengiriman barang terpaksa mencari rute alternatif lain untuk menghindari bahaya maupun kerugian.
Misalnya saja Mediterranean Shipping Company yang pada akhirnya memilih untuk melewati Tanjung Harapan dan terus berlayar menelusuri benua Afrika menuju Eropa. Secara jarak tempuh, rute ini bisa dikatakan cukup jauh sehingga ongkos perjalanan pun menjadi lebih mahal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga menyebutkan adanya serangan militan Houthi telah mendorong setidaknya 5 perusahaan pelayaran distribusi untuk mencari alternatif rute lain dengan alasan keamanan. Akibatnya sampai saat ini diketahui aktivitas pelayaran jalur laut pun mengalami penurunan 39% sampai dengan 45% tonase.
Setelah melihat penyebab dan masalah yang ditimbulkan, sebagai pengusaha, Anda mungkin penasaran. Apakah peristiwa ini memberikan dampak pada inflasi secara menyeluruh? Seberapa parah kerugiannya?
Ya, seperti yang sudah diprediksi dengan adanya rute yang lebih panjang, tentu saja biaya pengiriman akan meningkat. Hal ini tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global yang justru mengalami perlambatan dalam beberapa tahun terakhir.
Ketidakharmonisan ini dapat memberikan tekanan pada nilai barang konsumsi tersebut sehingga inflasi sulit dihindari. Padahal jika sesuai dengan rencana, bank sentral saat ini justru tengah berharap akan pertumbuhan nilai ekonomi sehingga suku bunga juga bisa ikut turun.
Seperti yang kita tahu, sebuah industri otomotif akan sulit berjalan sendirian. Industri ini memerlukan kerja sama antar negara untuk mendapatkan berbagai komponen dalam membuat satu produk, dan banyak dari komponen tersebut berasal dari Aia.
Melansir dari Kontan, akibat dari perang dan serangan berkepanjangan ini, Volvo Swedia terpaksa tidak melanjutkan produksi pada pabrik mereka di Belgia selama 3 hari di bulan Januari 2024. Tidak berhenti sampai di situ, Tesla sebagai produsen mobil listrik juga harus memberikan keputusan yang tidak menyenangkan dengan adanya penangguhan produksi mobil listrik di Jerman dari tanggal 29 Januari sampai dengan 11 Februari 2024 akibat kebutuhan spare part yang sulit terpenuhi.
Tampaknya kejadian ini cukup menghantam industri-industri di Eropa yang bergantung pada bahan impor. IMF memperkirakan akan ada kenaikan biaya transportasi jalur laut sebanyak 0.6 poin dalam jangka waktu setahun. Angka ini akan memperlambat laju inflasi menuju keadaan normal.
Selain industri besar seperti otomotif, nyatanya konsumen akhir juga dapat merasakan dampak negatif dari adanya serangan Houthi di Laut Merah.
Dikarenakan rute distribusi yang semakin jauh, keterlambatan barang impor pun semakin sulit dihindari. Akibatnya beberapa barang menjadi lebih langka dibanding dengan kebutuhan pasar yang ada.
Misalnya saja pada kasus bahan bakar minyak di Inggris. Akibat perubahan jalur laut, harga bahan bakar minyak di beberapa SPBU mengalami kenaikan, yang berujung pada meningkatnya inflasi. Hingga artikel ini ditulis, inflasi di Inggris mencapai angka 3,9%.
Sebenarnya solusi utama dari persoalan ini adalah dengan berharap serangan Houthi dapat segera berakhir. Sebab, bukan tanpa alasan jalur laut dipilih sebagai rute utama sebagian ekspor-impor dari Asia ke Eropa. Jalur laut terbukti dapat memberikan waktu pengiriman yang cepat dan ongkos yang lebih hemat.
Jika proses distribusi harus berpindah menggunakan jalur darat, beberapa negara terpaksa harus melintasi Rusia yang saat ini sedang mengalami sanksi ekonomi akibat serangannya ke negara Ukraina. Sedangkan jika pengiriman ekspor-impor dialihkan menggunakan udara, biaya produksi bisa sangat membengkak. Terlebih ada beberapa barang yang sulit diimpor jika menggunakan pesawat.